Saturday, April 5, 2008

Toleransi

Toleransi sebenarnya bukan anjuran atau pilihan tapi keharusan atau keniscayaan. Sebabnya, perbedaan telah menjadi niscaya dalam kehidupan manusia. Keberagaman adalah hukum Allah SWT yang tidak bisa dirubah.

Al-Qur’an menyebutkan: “wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki dan perempuan, Kami telah menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling berkenalan. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa”. (QS. Al-Hujurat, 13).

Ketika kita menoleh ke alam sekitar, kita akan menemukan berbagai macam tumbuhan yang berbeda-beda: macamnya, bentuknya, warnanya, gunanya, dan seterusnya. Ketika kita melihat dunia hewan, pasti kita akan menemukan berbagai macam, bentuk, sifat, guna dan keindahan hewan-hewan di sekeliling kita. Ketika kita meneropong ke langit, kita akat melihat keindahan bintang yang bentuk dan pijar sinarnya berbeda-beda. Keberbedaan dalah hukum Allah SWT yang niscaya.

Begitu juga halnya ketika kita melihat dunia manusia. Kita akan menemukan keberbedaan itu semakin kompleks dan indah. Ada laki-laki dan perempuan. Ada yang berkulit putih, hitam, sawo matang, kemerahan dan seterusnya. Ada yang pendek dan tinggi. Ada yang bemata sipit dan ada yang bermata lebar. Ada yang berambut lurus, keriting, hitam, bule dan seterusnya.

Memasuk dunia yang tidak material, kita akan menemukan manusia berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda. Ada bahasa inggris, arab, perancis, mandarin, jepang, spanyol, indonesia, india dan seterusnya. Cara hidup mereka berbeda-beda. Setiap bangsa memiliki kebudayaan masing-masing. Dalam setiap bangsa masih ada suku-suku yang memiliki adat istiadat sendiri-sendiri.

Memasuki dunia keyakinan dan kepercayaan, manusia tersebar pada agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Secara ideologi pemikiran, misalnya ada kapitalisme, sosialisme, pembangunanisme dan seterusnya. Secara agama, ada Islam, Kristen, Hindu, Buda dan berbagai aliran kepercayaan. Bahkan dalam satu agama sekalipun, ada sekte-sekte yang memiliki ciri khas dan perbedaan tipis atau tebas, kecil atau besar.

Lantas masuk akalkah kalau kita memaksakan keberagaman yang begini rupa untuk disatukan dan diseragamkan? Jawabanya pasti tidak. Karena itu tidak mungkin dilakukan. Karena itu bertentangan dengan hukum Allah SWT.

Maka kembali ke al-Qur’an menjadikan kita bijaksana. Marilah kita menghadapi keberagaman ini sebagai pintu gerbang untuk saling mengenal: “litaarafu”. Selanjutnya setelah saling mengenal, bagaimana keberagaman dan keberbedaan ini menjadi basis bagi kerjasama untuk kebaikan umat manusia. Ukurannya kemudian menjadi jelas, yang terbaik adalah yang paling takut kepada Allah SWT, yang paling banyak memberikan manfaat bagi sekitarnya dan yang paling depan dalan perlombaan berbuat baik.

Inilah sebenarnya inti toleransi itu. Kemampuan untuk memahami dan menyerap keberbedaan, kemampuan untuk saling mengenal, kemampuan untuk saling bekerjasama dalam kebaikan dan semangat untuk menjadi yang terbaik dalam kebaikan, untuk menjadi manusia yang paling bisa menjabarkan ketentuan Allah SWT di dunia ini. Kalau tidak ada pilihan selain menerima keberagaman dan keberbedaan sebagai satu fakta yang tak tertolak, kenapa kita tidak belajar dan berusaha bertoleransi?

No comments: