Thursday, April 17, 2008

Pendidikan Cara Islam

“Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Belajar di sesudah besar bagai mengukir di atas air”, pepatah yang sering dirujuk untuk anjuran belajar sejak dini.

Islam memulai jauh lebih awal. Salah satu dari lima tujuan pokok syariat Islam adalah menjaga keturunan (hifdz an-nasl). Menjaga keturunan ini sudah dimulai dari sejak memilih pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda, “pilih-pilihlah pada siapa kalian akan menebar benih kalian”. Bahkan lebih konkrit lagi, Rasulullah SAW mematok bahwa pertimbangan utama dalam memilih pasangan hidup adalah faktor agamanya. “pilihlah yang bagus agamanya, maka engkau akan beruntung”, demikian sabda Rasulullah SAW.

Ajaran ini terus berlanjut pada bagaimana etika berhubungan intim suami-istri, anjuran-anjuran bagi istri yang sedang hamil, apa yang harus dilakukan ketika anak dilahirkan, aturan tentang menyusui dan memelihara anak sampai dengan bagaimana anak harus dididik fisiknya, mentalnya, akal dan spiritnya. Setiap tahap, dimulai dari langkah pertama, terus dikawal demi lahirnya generasi yang terdidik fisik, mental, akal dan spiritnya. Itulah horizon dari menjaga keturunan yang dimaksudkan dalam pokok-pokok tujuan syariat Islam.

Inilah pendidikan yang holistik itu; pendidikan yang membangun manusia seutuhnya. Bukan hanya membangun badan dan otaknya saja, tetapi juga jiwa dan spiritnya. Inilah pendidikan yang sangat memperhatikan graduasi; penyikapan yang tepat terhadap fase pertumbuhan anak, sampai anak menjadi dewasa dan siap untuk berproses memuaikan seluruh potensi baik, benar dan indah dalam hatinya.

Al-Qur’an menegaskan bahwa dalam setiap manusia ada potensi benar, baik dan indah yang harus terus dirawat agar tidak lepas dari garis orbit yang telah digariskan Allah SWT. Potensialitas itu bernama fitrah. Yang pertama kali bertanggung jawab mengawal dan merawatnya adalah orang tua. Itulah sebabnya Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar anak-anaknya dijadikan, sebagaimana dirinya, oleh Allah SWT sebagai hamba yang berserah diri kepada-Nya. Menjelang kewafatannya, Nabi Ya’kub memastikan kepada anak-anak tentang apa yang akan mereka sembah sepeninggal ayahanda mereka. “Kami akan menyembah Tuhanmu, Tuhan para nenek moyang pendahulumu; Nabi Ibrahim, Ismail dan Ishaq; Tuhan yang esa dan kami berserah diri kepada-Nya”.

Inilah contoh orang-orang tua teladan yang sangat khawatir anak-anaknya lepas dari orbit kefitrahan-keislamannya.

Kalau setiap ayah-bunda Indonesia memulai tahap pendidikan anaknya sejak awal sebagaimana ditunjukkan di atas, merawat fitrah mereka agar tidak menyimpang, memperhatikan kesesuaian cara dan materi pendidikan dengan tahapan perkembangan badan, jiwa dan otak mereka, maka niscaya generasi-generasi masa depan bangsa ini bakal menjadi generasi utuh yang bisa membawa perubahan besar bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa Indonesia dalam segala aspeknya.

Ayolah para bapak dan para ibu, para bapak bangsa, penyelenggara negara, para pendidik dan tokoh-tokoh masyarakat, ayolah kita bangun generasi Indonesia yang utuh; manusia yang kuat fisiknya, cerdas jiwanya, cemerlang otaknya dan tajam spiritnya. Agar tidak terlalu lama bangsa ini terpuruh dan terseok-seok menyongsong masa depannya.

No comments: